Konon disebuah gua di desa Sillanang sejak tahun 1905 telah ditemukan
mayat manusia yang utuh, tidak busuk sampai sekarang. Mayat itu tidak
dibalsem seperti yang dilakukan orang-orang Mesir Purba bahkan tidak
diberi ramuan apapun. Tapi bisa tetap utuh. Menurut pendapat Tampubolon,
kemungkinan ada semacam zat digua itu yang khasiatnya bisa mengawetkan
mayat manusia. Sahabat Kalau saja ada ahli geologi dan kimia yang mau
membuang waktu menyelidiki tempat itu, agaknya teka teki gua Sillanang
dapat dipecahkan. Di samping mayat yang anti busuk, ada pula mayat
manusia yang bisa berjalan diatas kedua kakinya, bagaikan orang hidup
yang tidak kurang suatu apapun. Kalau mau dicari juga perbedaannya, ada,
tapi tidak begitu terlihat. Konon menurut Tampubolon, sang mayat
berjalan kaku dan agak tersentak-sentak.
![]() |
Ngeri gak tuh? |
Dan dalam perjalanan itu ia tidak bisa sendirian, harus ditemani oleh
satu orang yang hidup yang mengawalnya, sampai ketujuan akhir yaitu
rumahnya sendiri. Mengapa harus demikian?
ceritanya begini. Orang-orang Toradja biasa menjelajah daerahnya yang bergunung-gunung dan banyak ceruk itu hanya dengan berjalan kaki. Teman-teman, dari zaman purba sampai sekarang tetap begitu. Mereka tidak mengenal pedati, delman, gerobak atau yang semacamnya. Nah dalam perjalanan yang berat itu kemungkinan jatuh sakit dan mati selalu ada.
Supaya mayat tidak sampai ditinggal didaerah yang tidak dikenal (orang Toradja menghormati roh setiap orang yang meninggal) dan juga supaya ia tidak mengusahkan manusia lainnya (akan sangat tidak mungkin menggotong terus-menerus djenazah sepandjang perdjalanan jang makan waktu berhari-hari), maka dengan satu ilmu gaib, mungkin sejenis hipnotisme menurut istilah jaman sekarang, mayat diharuskan pulang berjalan kaki dan baru berhenti bila ia sudah meletakkan badannya didalam rumahnya sendiri.
ceritanya begini. Orang-orang Toradja biasa menjelajah daerahnya yang bergunung-gunung dan banyak ceruk itu hanya dengan berjalan kaki. Teman-teman, dari zaman purba sampai sekarang tetap begitu. Mereka tidak mengenal pedati, delman, gerobak atau yang semacamnya. Nah dalam perjalanan yang berat itu kemungkinan jatuh sakit dan mati selalu ada.
Supaya mayat tidak sampai ditinggal didaerah yang tidak dikenal (orang Toradja menghormati roh setiap orang yang meninggal) dan juga supaya ia tidak mengusahkan manusia lainnya (akan sangat tidak mungkin menggotong terus-menerus djenazah sepandjang perdjalanan jang makan waktu berhari-hari), maka dengan satu ilmu gaib, mungkin sejenis hipnotisme menurut istilah jaman sekarang, mayat diharuskan pulang berjalan kaki dan baru berhenti bila ia sudah meletakkan badannya didalam rumahnya sendiri.